Proklamator
Kemerdekaan Indonesia Soekarno, tidak hanya dibanggakan bangsa ini tetapi juga
dihormati dunia Internasional. Pada Jamannya peranan, keberanian dan kehebatan
Soekarno sangat disegani dan dihormati pemimpin bangsa lain. Berbagai
penghargaan dan 26 penghargaan Honoris Causa didapatkannya dari berbagai negara
Ir. Soekarno adalah Presiden Indonesia
pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting
untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.
Soekarno adalah penggali Pancasila karena
ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan
ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah
11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya – berdasarkan versi
yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal
Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi
kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya
yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967,
Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang
Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat
Presiden Republik Indonesia.
Nama
Soekarno
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan
nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka
ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama
tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu
Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah
menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden
R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena
menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan Belanda. Ia tetap menggunakan nama
Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan
yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh
diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed
Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno
kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno
pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya,
“Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian
masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak
memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed
di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti
wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa
Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di
dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan
pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat
muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Riwayat
Kehidupan, Masa
kecil dan remaja
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah
yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.
Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan
di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama
Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum
Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden
Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung
Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang
ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste
Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di
Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan
pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur.
Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama
H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminot bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno
di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para
pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu,
seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno
kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk
sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti
menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif
menulis di harian “Oetoesan Hindia” yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno
melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan
mengambil jurusan arsitektur dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung,
Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam
dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar
Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan
pemimpin organisasi National Indische Partij.
Kiprah
politik dan Masa pergerakan nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan
Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari
Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal
Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di
PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan
pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada
tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung
dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno
kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini,
Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap
membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan
Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada awal masa penjajahan Jepang
(1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh
pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan” keberadaannya di Indonesia.
Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang
kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan
Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti
Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan
lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam
berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI
dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas
Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya
tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah
tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang
adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato
pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa
meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan
yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan
dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa
Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang
Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki
Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan
kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia
tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang
terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan
organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama
dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.
Masa
Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional
mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil
yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam
Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di
Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus
1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke
asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang
membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda
menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik
Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan
karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno,
Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai
penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan
moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17
Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim
yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi
Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan
Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil
presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan
Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada
dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih
bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang
dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui
kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan
Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di
Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang
membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada
waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia
dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara
lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD
1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara
(presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem
pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden
Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala
Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan
maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini
ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada
saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting,
terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer
Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan
sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi
pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui
bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya
kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa
kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah
Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat
sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan
kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena
tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan,
maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik
Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai
pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya
kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada
kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup
populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala
pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal
sebagai “kabinet seumur jagung” membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai
sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai “penyakit kepartaian”. Tak jarang,
ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga
berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan
Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa
Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya
sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif
untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila.
Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat
“bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan
imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya
perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia
internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama
Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali
Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan
Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu,
banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun
sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat
ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai
negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari
kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri
yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi
berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya
adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika
Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Kejatuhan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak
menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan
sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari
peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di
dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan
dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang
menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah
Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat
tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil
tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi
presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat
menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu
TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No.
XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar
untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato
pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum
ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul “Nawaksara” dan dibacakan pada 22 Juni
1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato
“Pelengkap Nawaskara” pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun
kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967
Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana
Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi
kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun
mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi
dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.
Sakit
dan Meninggal
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun
sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan
ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.
Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas
Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat
tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih
bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni
1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan
status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke
Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan
rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang
merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah
komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta
Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike
medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
§
Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam
20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran
berangsur-angsur menurun.
§
Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir.
Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno
meninggal dunia.
Tim dokter secara terus-menerus berusaha
mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah memilih Kota Blitar,
Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat
Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah
kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.
Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean
sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama
tujuh hari.
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun
kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan
perangko “100 Tahun Bung Karno”. Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah
perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri
Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.
Perangko pertama memiliki nilai nominal
Rp. 500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua
bernilai Rp. 800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun
1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki
nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI.
Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan
bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan
dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi
Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album
koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga
desain kaus Bung Karno.
Perangko yang menampilkan Soekarno juga
diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko tersebut
menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu
bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan
Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Gelanggang
Olahraga Bung Karno pada 1962.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai
nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu
Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan
penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru,
komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai
keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya
yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang
jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan
dibuat atas nama Soekarno. Dua diantaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno
dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang
mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan
Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ketiga
Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan
pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada
mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno
memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun
non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri
Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan
Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Di tahun
2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut
ditampilkan video pidato Soekarno berjudul “Indonesia Menggugat” yang
disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno
menjadi presiden. Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata
Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas,
CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo
Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku
merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang. Ia
pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu
kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda tersebut
antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar
dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey
London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa
deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia
serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.
Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar
yang memastikan keaslian dari emas tersebut.
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan
gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.
Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno
antara lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut
Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut
Agama Islam Negeri Jakarta.
Sementara itu, Columbia University
(Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan
Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang
menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang
sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika
Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu
The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk
medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno
mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas
internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan
diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di
Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati
Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan
sumber : vivaforum
sumber : vivaforum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar