Senin, 13 Mei 2013

Ramang, Legenda sepakbola Indonesia yang diakui FIFA



Indonesia adalah negara Asia pertama yang berpartisipasi dalam Piala Dunia. Dengan cara yang aneh, Indonesia berangkat ke Prancis 1938 setelah Amerika Serikat dan Jepang sama-sama menolak bertanding dalam laga play-off.

Saat itu Indonesia yang masih dikuasai Belanda bernama Hindia Belanda. Petualangan di Piala Dunia hanya berlangsung selama 90 menit, Indonesia dihajar Hungaria enam gol tanpa balas. Kekalahan ini menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya tim yang hanya bermain dalam satu pertandingan di putaran final Piala Dunia.

Meloncat ke era 50-an, Indonesia mulai bangkit dan menunjukkan kualitas mereka di level Internasional. FIFA menyebut era ini adalah masa keemasan sepakbola Indonesia. Tim Garuda menjadi kekuatan yang ditakuti di Asia dan semua itu berkat penampilan gemilang seorang legenda asal PSM MakassarRamang.

Perjalanan Ramang bersama timnas Indonesia dimulai pada tahun 1952. Ia dikirim daerahnya untuk mengikuti training camp di Jakarta. Karena kemampuannya yang di atas rata-rata, ia terpilih untuk menjadi pemain timnas Indonesia.

Tak butuh waktu lama bagi Ramang untuk membangkitkan imajinasi dan harapan rakyat Indonesia, negara yang masih muda. Indonesia melakoni tur Asia Timur melawan Filipina, All-Hong Kong, Hong Kong Selection, Persatuan Seluruh China, Korea Selatan, dan Thai Royal Air Force pada tahun 1953. Dari sekian banyak pertandingan di negeri asing, Indonesia hanya kalah sekali oleh Korsel, sisanya mereka menangkan semua. Begitu dahsyatnya kemampuan Indonesia saat itu hingga mereka mencatat 25 gol dan hanya kebobolan tujuh kali dalam enam pertandingan. 19 gol Indonesia di tur itu dicetak oleh Ramang.

Tiga tahun berselang, Indonesia kembali mendapat kesempatan bermain di ajang besar. Tim sepakbola Indonesia dinyatakan lolos ke perempat final Olimpiade Melbourne 1956 setelah Vietnam Selatan mengundurkan diri. Ini adalah satu-satunya partisipasi Indonesia di ajang Olimpiade. Di atas kertas, Indonesia yang merupakan negeri antah berantah di dunia sepakbola diprediksikan akan dihajar oleh tim-tim kuat dunia. Tapi itu tidak terjadi.

Pelatih Indonesia Saat itu Antun Pogacnik mempersiapkan Indonesia dengan baik. Tak lupa, ia membawa serta Ramang ke dalam timnya. Lawan mereka di perempat final adalah salah satu tim terkuat dunia saat itu, Uni Sovyet. Patut dicatat bahwa Indonesia bukan melawan tim junior atau tim amatir Uni Sovyet; Garuda bertanding melawan tim yang kurang lebih sama dengan yang menjuarai Piala Eropa pada tahun 1960.

Uni Sovyet diperkuat pemain hebat seperti Lev YashinIgor Netto,Eduard Streltsov dan Valentin Ivanov. Di babak sebelumnya, Uni Sovyet telah mengalahkan juara dunia Jerman Barat dengan skor 2-1. Mereka terperangah oleh penampilan spartan yang ditunjukkan skuad tak dikenal bernama Indonesia.

Pertahanan Rusia dikejutkan oleh serangan kilat yang dilancarkan seorang diri oleh Ramang di awal laga. Melewati beberapa defender lawan, Ramang melepaskan tembakan yang secara ajaib mampu diselamatkan oleh Yashin. Indonesia lalu dikurung habis-habisan oleh Uni Sovyet yang memang lebih superior dalam hal teknis. Strategi ultra defensif yang diterapkan Pogacnik mampu meredam semua serangan yang dilancarkan oleh tim Eropa Timur itu. Ramang dengan kelincahannya bahkan nyaris membuat Uni Sovyet gigit jari. Pada menit ke 84, melalui skema serangan balik cepat, Ramang berhasil melepaskan tembakan yang kembali bisa diselamatkan dengan ajaib oleh Yashin.

Pertandingan itu berakhir tanpa gol. Dalam sebuah wawancara, ramang mengatakan: Sebenarnya saya bisa mencetak gol waktu itu andai seragam saya tak ditarik dari belakang oleh pemain lawan. Di pertemuan kedua, Indonesia dihajar empat gol tanpa balas oleh Sovyet. Namun kemenangan itu tak diraih dengan mudah. Sovyet yang sudah tahu kelihaian Ramang sampai harus menempatkan salah satu pemain terbaiknya, Igor Netto, untuk mengawal Ramang secara khusus.

Penampilan Indonesia kala menahan imbang Sovyet disebut FIFA sebagai salah satu penampilan paling heroik dalam sejarah sepakbola Olimpiade. 'Hutang' Indonesia kepada Ramang tak hanya berhenti sampai di situ.

Indonesia yang meretas jalan menuju Piala Dunia 1958 Swedia berhasil mengalahkan China di putaran pertama. Ramang mencetak dua gol dalam dua pertandingan, dan Indonesia lolos ke babak selanjutnya dengan agregat 4-3. Indonesia kemudian melaju ke putaran kedua kualifikasi dan tergabung dengan Sudan, Israel dan Mesir. Karena alasan politik, Indonesia tak mau bermain di markas Israel dan mengundurkan diri dari kualifikasi. Andai bisa menjadi juara grup, Indonesia akan lolos ke Piala Dunia untuk kali kedua.

Ramang memperoleh banyak skill dan trik sepakbola dari permainan khas Indonesia, Sepak Takraw. Ia lahir dari keluarga pecinta sepak takraw dan semasa kecil sudah pandai melakukan juggling menggunakan jeruk. Mungkin karena itu pula, penampilan Ramang sangat atraktif. Ia mahir mencetak gol lewat bicycle kick serta sering mencoba membuat gol langsung dari tendangan pojok dari sisi kanan.

Jika skill dan jasa Ramang tak mampu membuat anda terkesan, maka ingatlah bahwa ia hidup pada era di mana sepakbola bukanlah sebuah pilihan hidup yang menjanjikan. Demi sepakbola, Ramang harus bekerja serabutan dengan gaji yang hanya cukup untuk menyambung hidup keluarganya. Semua demi cintanya kepada sepakbola.

Meski pada Rabu (26/9) kemarin Ramang telah genap meninggalkan kita selama 25 tahun, kehebatannya belum dan mungkin tak akan pernah berhenti diceritakan. Semoga dengan mengingat Ramang, kita bangsa Indonesia akan bisa terinspirasi untuk memperbaiki diri demi memajukan dua hal yang kita cintai; sepakbola dan Indonesia


Kehebatanya diakui FIFA
Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA), melalui sebuah artikel diunggah dalam situs resminya (www.fifa.com), mengenang kehebatan Ramang, mantan bintang tim nasional Indonesia, tepat pada tahun peringatan ke-25 kematiannya, Rabu (26/09/2012).

Ramang, yang meninggal pada 26 September 1987, disebut, seperti tertulis dalam judul artikel tersebut,  sebagai "Orang Indonesia yang Menginspirasi Puncak Sukses Tahun 1950-an (Indonesian who inspired '50s meridian)".

Kehebatan Ramang yang dikenang dan dikupas panjang lebar di situs FIFA itu, terpusat saat pemain asal Makassar tersebut memperkuat Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956. Ajang itu dianggap puncak sukses timnas Indonesia di level internasional, setelah menjadi negara Asia pertama yang tampil di Piala Dunia pada 1938 di Perancis.

Referensi : -kompas, -bolanet

2 komentar: