Nama Walikota Solo Joko Widodo (Jokowi)
makin bergema. Dia kian banyak dibicarakan berkaitan dengan pencalonannya
sebagai calon Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, berpasangan dengan
Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Banyak yang mencibir dengan berbagai alasan. Tak
jarang yang mengecam dan merendahkan. Menyebutnya sebagai kutu loncat, tak
berintegritas, mencederai amanat warga Solo yang ditinggalkannya, dan tak punya
kans karena dia hanya pemimpin kota yang penduduknya setara dengan penduduk
satu kecamatan di Jakarta dll. Mungkin yang melakukan itu adalah orang-orang
dari lawan politik Jokowi-Ahok.Wallahu
a’lam.
Namun tak sedikit yang mendukung. Tak
sedikit yang berharap Jakarta mengalami perubahan berarti di tangan
Jokowi-Ahok. Tak sedikit yang menebar asa, bahwa tangan Jokowi-Ahok akan
membuat Jakarta lebih manusiawi, seperti kepribadian Jokowi yang dikenal luas
sangat nguwongke
uwong a.k.a “memanusiakan manusia/humanis.”
Saya tidak tahu apakah Jokowi mengenal
saya. Besar kemungkin tidak, karena saya bukan orang terkenal apalagi penting.
Tapi kebetulan saja, saya sudah mengenal Jokowi sejak tahun 1997. Saat itu
Jokowi bukan siapa-siapa. Jokowi masih menjadi pengurus Asmindo (Asosiasi
Pengusaha Mebel Indonesia) Solo. Dan saya bekerja sebagai reporter di sebuah
surat kabar lokal. Jadi ceritanya, Jokowi dkk adalah narasumber saya.
Meski bukan siapa-siapa, namanya sudah
harum. Di mata rekan-rekannya sesama pengurus Asmindo di mana Jokowi adalah
ketuanya, Jokowi adalah orang yang pendiam namun menyenangkan, rendah hati, dan
pekerja keras. Dia juga selalu bersikap welcome kepada
siapapun, tak terkecuali wartawan. Dia gampang ditemui dan bisa dihubungi
setiap saat. Ingat, salah satu ciri orang yang tidak berkasus adalah dia tidak
menghindari wartawan.
Hingga sekitar 8 tahun kemudian, saya agak
kaget ketika dia tiba-tiba dicalonkan dari PDIP menjadi Walikota Solo. Apalagi
di luar dugaan dia terpilih sebagai Walikota untuk periode 2005-20010. Padahal
waktu itu dia seperti saat mencalonkan sebagai Gubernur DKI saat ini. Banyak
diremehkan dan direndahkan. Kecuali memang partai terbesar di Solo yang
mendukungnya, namanya memang cenderung paling tidak dikenal di masyarakat. Tak
banyak yang tahu siapa Jokowi, dibanding dua pesaingnya yaitu Achmad Purnomo
yang mengakar di masyarakat karena menjabat banyak tampuk pimpinan organisasi
terkemuka, atau Hardono yang senada seirama dengan Purnomo dan sekarang menjadi
Ketua Partai Golkar Solo.
Mengapa bisa begitu? Well… ada hal-hal
kecil yang dilakukan Jokowi, yang tak dilakukan lawan-lawan politiknya kala
itu. Hal-hal kecil yang berkaitan dengan Jokowi yang tak banyak diketahui orang
dan diungkap media di antaranya:
- Ketika
lawan politik sibuk dengan kampanye terbuka saat Pilkada, memasang spanduk dan
baliho besar-besar di berbagai sudut kota, Jokowi bersama pasangannya Hadi
Rudyatmo hampir setiap hari menyambangi masyarakat di pelosok-pelosok kota.
Mereka melihat langsung dan berdialog dengan masyarakat. Mereka menanyakan apa
yang dibutuhkan masyarakat. Pada masa kampanye periode kedua Jokowi-Rudy juga
melakukan hal sama.
- Kebiasaan “sambang” (berkunjung)
ini berlanjut hingga dia menjabat Walikota. Setiap Jumat secara rutin Jokowi
mengajak jajarannya (para kepala dinas) bersepeda mulai jam 06.00 WIB,
dalam agenda mider
praja. Mider praja ini adalah acara jalan-jalan
ke kampung-kampung untuk melihat kondisi dan berdialog langsung dengan
masyarakat. Acara dilakukan relatif spontan, dan biasanya masyarakat di
kampung-kampung itu kaget, karena tahu-tahu walikota mengunjungi mereka.
- Acara sambang ini
juga dilakukan Jokowi untuk menjelaskan kondisinya kepada masyarakat terkait
pencalonannya sebagai DKI 1. Dia bicara langsung kepada masyarakat di
kampung-kampung, yang akhirnya mengerti mengapa pemimpinnya harus mencalonkan
diri di daerah lain, yang semata-mata karena perintah partai. Jokowi juga
berjanji, bila tak terpilih akan dengan senang hati pulang ke Solo, melanjutkan
memimpin Kota Bengawan hingga masa tugas selesai.
- Jokowi
paling anti bila fotonya dipasang besar-besar di spanduk atau baliho untuk
sosialisasi suatu program, seperti banyak dilakukan kepala daerah lainnya. Dia
mengaku malu fotonya mejeng di jalan dan dilihatin banyak orang. Pernah suatu
ketika, pejabat baru yang belum mengetahui karakternya, memajang fotonya super
besar untuk promosi sebuah program Pemerintah Kota dalam bentuk baliho di
sekitar jembatan penyeberangan Pasar Gede Solo. Saat Jokowi lewat dan
mengetahui fotonya mejeng super besar di situ, dia langsung menelepon si kepala
dinas, dan hari itu juga baliho Jokowi dibredel.
- Jokowi
sebenarnya tidak berminat mencalonkan diri berkecimpung di dunia politik
sebagai walikota. Teman-temannya di Asmindo-lah yang mendorongnya untuk masuk
dunia politik dan maju dalam Pilkada. Mereka juga yang membiayai proses
pencalonan. Di periode kedua, puluhan masyarakatlah yang meminta Jokowi maju
kembali untuk menata Kota Solo. Kelompok-kelompok masyarakat bergantian
menggeruduk Kantor Balaikota maupun Rumah Dinas untuk meminta Jokowi maju lagi.
Di periode kedua Jokowi menang dengan perolehan suara di atas 90% atas
lawannya, Eddie Wirabhumi (mantu Pakubuwono XIII dari Demokrat).
- Saat tahun 1997, saya dan barangkali
sejumlah banyak orang lain baru mulai mengenal internet dan masih nunak nunuk. Jokowi
sudah menggunakan internet untuk bekerja dan biasa chatting dengan buyer mebel
produksinya di luar negeri.
- Jokowi
di waktu selanya yang sedikit kadang suka berkeliaran sendiri mengendarai motor
tanpa pengawalan ajudan sekalipun. Dia berkeliling kota. Suatu ketika, dia
pernah diberhentikan polisi karena ada razia. Lalu dia diminta menunjukkan SIM
dan STNK. Saat polisi melihat identitasnya, baru menyadari bahwa yang dirazia
adalah Walikota.
- Saat
banjir Solo 2007, Jokowi dan sopir pribadinya mengunjungi korban banjir di
berbagai tempat. Eh tanpa disangka di tengah banjir mobil dinas Jokowi macet.
Dia pun rela berbasah-basah mendorong mobilnya.
- Jokowi
adalah penggemar berat musik beraliran rock. Dia sangat menggemari kelompok
musik Metallica, Led Zeppelin, Sepultura, Deep Purple dan Lamb of God. Dalam
suatu kesempatan konser rock di Solo, dia ikut berjingkrak-jingkrak di
tengah-tengah penggemar musik rock lainnya.
- Jokowi
tidak menguasai Rumah Dinasnya untuk diri sendiri dan keluarga. Dia membuka
Rumah Dinas Walikota Solo di Lojigandrung seluas-luasnya. Tak jarang
acara-acara berbagai elemen masyarakat dilakukan di pendapa Rumah Dinas
Walikota.
- Suatu
ketika, Jokowi dan sopir pribadi serta ajudannya pulang larut sekali. Pintu
Gerbang Rumah Dinas sudah terkunci, dan penjaga tidak tampak membukakakan
pintu. Spontan Jokowi memanjat pagar untuk masuk. Dia juga melarang sopir dan
ajudan membangunkan penjaga. “Kasihan, mungkin dia capek. Nggak usah
dibangunkan. Toh pintu gerbang sudah terkunci rapat,” katanya.
- Saat
Opera van Java (Parto, Nunung dkk) tampil pada OVJ live di Stadion
R Maladi Solo, Jokowi datang sesuai undangan. Namun lagi-lagi dia tidak bisa
masuk secara leluasa, karena masyarakat berjubel di semua pintu masuk. Dia
melarang ajudan untuk meminta masyarakat minggir. Alih-alih minta dicarikan
jalan, Jokowi malah bertindak “anarkhistis” lagi, dengan melompat
pagar yang tak begitu banyak dikerumuni orang.
- Kalau
Jokowi seumur-umur menjadi walikota tak pernah ambil gaji, udah banyak yang
tahu ya?
Sebagai penutup, ngomong-ngomong saya barusan
mendapat informasi bahwa bila Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI, dia bukan
Walikota Solo pertama yang akhirnya menjabat Gubernur DKI. Gubernur DKI
Jakarta periode 1951-1953, Sjamsuridjal, adalah mantan Walikota Solo periode
1946-1949.
sumber : kompas
sumber : kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar